Kekokohan adat istiadat dari suatu Desa Adat adalah faktor utama dalam mengatur segala bentuk pembangunan. Lingkungan yang indah dan serasi mencerminkan kehidupan yang baik bagi masyarakat penghuninya. Karenanya pengaturan / tata pekarangan hendaknya sesuai dengan adat dalam bentuk segala kesersiannya.
Dalam hal ini masyarakat Desa Adat Sebatu, yang walaupun pengetahuan di bidang tata bangunan masih sangat kurang, namun karena ketaatan pada adat – istiadatnya, maka tata cara pembangunan dalam karang perumahan masih tetap memakai konsep (sikut) atau petunjuk – petunjuk dari para Welaka maupun para Sulinggih.
Dengan demikian dalam tata pembangunan karang paumahan masih tetap utuh adanya :
a. Tri Mandala, yaitu pembagian karang paumahan atas 3 bagian sesuai dengan sikut / ukurannya masing – masing yang terdiri dari :
1) Utama Mandala, adalah karang sebagai tempat Sanggah / Pemerajan yang letaknya di bagian hulu atau Timur Laut. Untuk membatasi tanah yang dipakai tempat suci dan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal maka dibuat tembok penyengker.
2) Madia Mandala, adalah bagian tengah dari karang paumahan dan merupakan tempat mendirikan rumah – rumah tempat tinggal.
3) Nista Mandala, bagian hilir (teba) atau juga disebut lebuh dari karang paumahan.
Antara karang yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh tembok penyengker atau pagar sesuai dengan kemampuannya masing – masing.
Dalam hal pembuatan pagar tembok atau batas karang, di Desa Adat Sebatu masih berlaku istilah adat “megaleng Kaja atau magaleng kahulu”
b. Hasta Bumi
Hingga kini di Desa Adat Sebatu belum dijumpai ada karang yang dipakai paumahan yang bertentangan dengan Hasta Bumi. Hal itu mungkin karena kuatnya adat – istiadat dimana sejak dahulu petunjuk – petunjuk dari para Welaka atau Sulinggih telah dipakai pedoman serta dilaksanakan dengan baik dalam proses pendirian bangunan karang. Kiranya bertitik tolah dari pedoman dan petunjuk itu, hal – hal yang bersifat negatif seperti adanya karang kabengbeng, karang kalebur amuk, karang tumbak rurung dan sebagainya dapat dihindari.
Walaupun mungkin misalnya ada, namun itupun dalam keadaan terpaksa dan dapat pula dihindari dengan beberapa ketentuan seperti :
1) Karang tumbak rurung, dibuatkan tugu yang disebut “Indra Blaka” di luar tembok penyengker dihadapkan ke arah rurung tersebut.
2) Karang Ngeluanin Pura, maka dibuatkan karang kosong atau lorong (gang) sebagai batas dengan pura itu.
No comments :
Post a Comment